pasang bener iklan disini aja!
Hukum Dan Kriminal

Drama Pengadilan ?

62
×

Drama Pengadilan ?

Sebarkan artikel ini
Kolase foto: Tom Lembong dan Hasto

Pertama kali untuk terpidana korupsi?

Seperti yang dalam Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pemberian amnesti dan abolisi baru kali ini diberikan untuk terpidana korupsi regulasinya sejak terbit melalui Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.

Pemerintah menyebut amnesti dan abolisi yang disetujui DPR “untuk menjaga kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan demi kepentingan bangsa dan negara. Pembangunan bangsa, klaim pemerintah, “membutuhkan seluruh elemen dan kekuatan politik bersama”.

Akan tetapi, tujuan amnesti dan abolisi yang sejatinya berkaitan dengan rekonsiliasi dan hak asasi manusia dianggap telah dibelokkan dari semangat awalnya, menurut pakar hukum.

Sementara Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas dalam jumpa pers yang digelar Jumat (1/8/2025) malam, menyampaikan Presiden Prabowo “tetap berkomitmen pada penguatan pemberantasan korupsi”.

Dia membuat klaim, Prabowo tak ada menyebut orang tertentu ketika menyusun nama penerima amnesti dan abolisi. “Iya, hanya ada dua orang terpidana korupsi di daftar ini. Tapi seperti yang disampaikan tadi, komitmen Presiden tetap pada pemberantasan korupsi.”

Pada Januari lalu, Supratman mengumumkan akan memberikan amnesti terhadap 44.000 narapidana untuk mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan.

Ada beberapa kriteria yang disasar, yaitu para terpidana makar tidak bersenjata di Papua, penghinaan terhadap kepala negara melalui UU ITE, warga binaan pengidap sakit berkepanjangan, seperti gangguan kejiwaan maupun HIV-AIDS, dan pengguna narkotika yang seharusnya menjalani rehabilitasi.

Tindak pidana khusus berupa tindak pidana korupsi dan tindak pidana terorisme kala itu disebut pemerintah tidak akan masuk kriteria penerima amnesti dan abolisi. Namun faktanya, Hasto dan Tom menerima keduanya.

Namun peneliti ICW, Yassar Aulia, bilang terpidana korupsi semestinya tidak layak menerima amnesti dan abolisi. Pemberian dua hal itu, kata dia, dapat memicu implikasi besar pada pemberantasan korupsi. Menurut Yassar, mekanisme abolisi dan amnesti dapat dimanfaatkan para koruptor untuk berupaya bebas dari kejahatannya.

“Sepanjang kami tahu, sepanjang sejarah tidak pernah ada amnesti maupun abolisi diberikan kepada terpidana kasus korupsi,” tegas Yassar.

Sementara Sahel Muzammil dari Transparency International Indonesia (TII) menyebut terpidana korupsi, apalagi yang kasusnya masih ada di pengadilan tingkat pertama, tak sepatutnya menerima pengampunan maupun penghapusan penuntutan.

“Pemberian amnesti dan abolisi ini sangat prematur. Kasusnya belum inkracht. Kalau memang ini politisasi hukum, maka harus diungkap siapa dalangnya yang mempolitisir dan tentu harus diadili juga. Jika kasus ini memang politis, siapa yang mempolitisasi. Apakah bagian dari pemerintahan sebelumnya atau bagian dari pemerintahan saat ini. Tentu, ada konsekuensi hukumnya. Jangan prinsip negara hukum dipermainkan,” beber Sahel.

Saat ini, Tom tengah mengajukan banding terhadap putusan pengadilan negeri. Sementara itu, KPK masih berencana naik banding atas putusan Hasto di tingkat pertama.