Mengapa ada drama di Pengadialan dulu?
Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong oleh presiden menunjukkan bahwa hukum sedang dipermainkan.
Hasto merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P yang terjerat kasus suap Harun Masiku. Sementara itu, Tom Lembong adalah Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 yang terjerat kasus importasi gula. “Hukum sedang dipermainkan. Kalau mau memaafkan Hasto dan Tom, kenapa harus begini amat? Drama di pengadilan dulu,” kata Feri dikutip Sabtu (2/8/2025).
Feri mempertanyakan, kenapa tidak sejak proses hukum masih bergulir di tingkat penyidikan, kasus mereka dihentikan. Menurut Feri, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, maupun Kejaksaan Agung (Kejagung) berada di bawah presiden. “Kenapa enggak sedari awal saja?” ujar Feri.
Akademisi itu menyebut konsekuensi dari political trial (peradilan politis) yang menimpa Hasto dan Tom Lembong juga berujung sangat politis. Situasi seperti ini, saat Tom Lembong dan Hasto yang mendapat dukungan publik dibebaskan, dimanfaatkan oleh para politisi.
“Jadi ujung-ujungnya orang capek dengan segala drama peradilannya, tapi nanti akan ada pahlawan politiknya di belakang layar,” tandas Feri.
Berbeda dengan Feri, Azmi Syahputra, dosen fakultas hukum Universitas Trisakti begitu disapa Monitorindonesia.com, Kamis (31/7/2025) malam menegaskan bahwa amnesti dan abolisi merupakan kewenangan mutlak yang dimiliki oleh Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.
Tentu dalam pemberian amnesti dan abolisi ini diperlukan pertimbangan dan persetujuan dari DPR RI, karena tujan pemberian amnesti semua akibat hukum pidana dihapuskan.
Sedangkan dengan pemberian abolisi maka penuntutan ditiadakan atau penuntutan dihapuskan serta melakukan penghentian apabila putusan itu telah dijalankan sekalipun
“Ini jelas langkah konkrit dalam implementasi kewenangan kepala negara yang konstitusional, cendrung hal ini dimaknai sebagai keputusan politik penting antara kekuasaan eksekutif dan legislatif untuk dapat melepaskan pertanggungjawaban pidana,” kata Azmi.
Dengan kata lain, sarana ini digunakan untuk membebaskan seseorang dari hukuman yang sedang dijalani.
“Artinya Presiden melihat dalam kedua kasus ini tidak semata pada faktor yuridis atau apakah perkara ini terdapat faktor lain, yang beririsan dominasi muatan politis atau berlatar belakang rasa konflik politis,” jelas Azmi yang Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki).
Sebab, ungkap Azmi, ada kemungkinan dua irisan secara hukum maupun aspek non hukum (politik), sebab hukum tidak berada di ruang hampa.
“Bisa saja langkah fungsi hukum dan kewenangan ini diambil dari dari melihat keadaan peristiwa ini secara kontek sosial, ekonomi atau suasana politik saat ini,” ungkap Azmi.Makanan Indonesia
Karenanya, tambah Azmi, jika ini merupakan kasus yang “muatan politik” yang ditujukan dimaksudkan pada orang atau badan yang memiliki posisi politik yang melakukan perbuatan melawan hukum.
“Karenanya kewenangan ini diambil dapat pula Presiden melihat ada kemasalahatan tujuan yang lebih besar dalam permasalahan ini.”
“Atau melihat kasus ini akan berdampak negatif luas jika tidak direspons dengan tuntas atau apakah ini untuk memperkuat posisi politik tertentu, mengingat apakah dalam melihat kasus Tom Lembong dan Hasto cendrung lebih pada muatan politis?,” timpal Azmi.
Jadi jelas, tambah Azmi, pemberian amnesti dan abolisi dalam dua kasus ini menjadi suatu kekhususan istimewa dari langkah bijaksana dan strategis konkrit Presiden untuk mengatasi permasalahan ini secara cepat dan efektif.