pasang bener iklan disini aja!
Nasional

Ribuan Petani Jambi Gugat Kebijakan Penertiban Kawasan Hutan: “Rembuk Tani” Tuntut Evaluasi Satgas PKH dan Reforma Agraria Sejati

42
×

Ribuan Petani Jambi Gugat Kebijakan Penertiban Kawasan Hutan: “Rembuk Tani” Tuntut Evaluasi Satgas PKH dan Reforma Agraria Sejati

Sebarkan artikel ini
Ket Foto/Istimewa: Petani membentangkan spanduk tuntutan Reforma Agraria Sejati dalam aksi damai "Rembuk Tani" yang digelar di Jambi, Senin (4/8/2025).

JAMBI, Warganet – Ribuan petani dari lima kabupaten di Provinsi Jambi turun ke jalan dalam aksi damai bertajuk “Rembuk Tani”, Senin (4/8/2025), sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dinilai merugikan rakyat kecil. Di bawah panji Aliansi Petani Jambi Menggugat, massa menyuarakan keresahan mendalam atas keberadaan dan tindakan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025.

Aliansi ini dihimpun dari berbagai organisasi masyarakat sipil, antara lain WALHI Jambi, KPA Jambi, Yayasan CAPPA, Perkumpulan Hijau, AJI Kota Jambi, Persatuan Petani Jambi, hingga Serikat Tani Tebo. Mereka bersatu menyuarakan bahwa aktivitas Satgas PKH berpotensi menjadi alat legitimasi perampasan ruang kelola masyarakat adat dan petani lokal—yang selama ini justru berperan sebagai penjaga hutan secara turun-temurun.

“Penertiban kawasan hutan tidak bisa hanya dilihat dari kacamata hukum dan administrasi semata. Ini menyangkut keadilan ekologis, hak asasi manusia, dan keberlangsungan kehidupan masyarakat adat serta petani kecil,” tegas juru bicara Aliansi saat membacakan pernyataan sikap.

Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menyatakan bahwa Perpres No. 5 Tahun 2025 membuka ruang bahaya baru bagi masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan hutan. “Pendekatan yang semata-mata legalistik justru akan mengorbankan mereka yang paling rentan. Jika negara tidak hadir dengan kebijakan yang manusiawi dan ekologis, maka konflik akan terus berulang,” ujar Oscar, dilansir monitorindonesia.

Oscar menambahkan bahwa alih-alih menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung puluhan tahun, kebijakan ini justru berpotensi menambah luka dan penderitaan baru. Ia mendesak pemerintah untuk membuka ruang dialog yang konstruktif dengan masyarakat terdampak. “Kami menuntut monitoring ketat terhadap Satgas PKH dan keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan.”

Sorotan tajam juga datang dari Frandody, Koordinator Wilayah KPA Jambi, yang menuding bahwa penetapan kawasan hutan selama ini banyak dilakukan secara sepihak, tanpa memperhatikan kondisi sosial di lapangan. “Praktik domeinverklaring masih hidup hingga kini. Banyak wilayah garapan petani, pemukiman, bahkan desa definitif diklaim secara sepihak sebagai kawasan hutan,” tegasnya.

Menurut Frandody, penertiban yang dilakukan tanpa transparansi dan partisipasi publik hanya akan memperkuat ketimpangan struktural, terutama ketika justru lokasi-lokasi yang menjadi korban klaim sepihak negara atau perusahaan yang menjadi sasaran penertiban. “Publik berhak tahu lokasi mana saja yang akan ditertibkan. Jangan sampai ini menjadi alat baru untuk memukul rakyat.”

Sementara itu, M. Yasir, jenderal lapangan aksi, menyampaikan bahwa rakyat kecil telah terlalu lama menjadi korban dalam konflik agraria yang belum pernah benar-benar diselesaikan. “Kami sudah lelah menjadi korban. Pemerintah mestinya menyelesaikan tumpukan konflik agraria yang ada, bukan menambah kekacauan baru dengan peraturan yang tidak memihak,” ujarnya penuh emosi.

Menurut Yasir, yang dibutuhkan adalah pelaksanaan Reforma Agraria Sejati, bukan pendekatan represif yang merugikan petani dan masyarakat adat. “Selama ini, korporasi terus diperkuat, rakyat terus ditekan. Kalau pemerintah serius menyelesaikan masalah, maka hentikan kriminalisasi terhadap petani dan hentikan perampasan tanah yang terselubung lewat kebijakan.”

Aksi Rembuk Tani ini menjadi simbol kuat perlawanan kolektif dari elemen masyarakat sipil terhadap kebijakan yang dianggap jauh dari rasa keadilan. Aliansi menyatakan komitmen untuk terus mengawal persoalan ini sampai pemerintah benar-benar berpihak pada rakyat.

Sebagai bentuk tuntutan resmi, Aliansi Petani Jambi Menggugat menyampaikan 7 poin desakan kepada pemerintah pusat, yaitu:

1. Presiden segera mengevaluasi Satgas PKH dalam pelaksanaan penertiban kawasan hutan di Provinsi Jambi.

2. Laksanakan Reforma Agraria Sejati, bukan reforma agraria palsu yang hanya menguntungkan elite dan korporasi.

3. Hentikan segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi terhadap petani, pejuang lingkungan, serta aktivis agraria.

4. Satgas PKH harus menyasar korporasi dan tuan tanah besar, bukan petani kecil dan masyarakat adat.

5. Pastikan pemulihan ekosistem di wilayah konsesi korporasi dan tuan tanah yang selama ini luput dari penertiban.

6. Laksanakan penertiban kawasan hutan secara transparan dan akuntabel dengan melibatkan masyarakat terdampak.

7. Selesaikan konflik agraria dan lingkungan yang telah lama membebani masyarakat Jambi.

Aksi ini diyakini akan menjadi awal dari gelombang protes lanjutan apabila tuntutan tersebut tidak ditanggapi serius. Masyarakat adat, petani kecil, dan organisasi masyarakat sipil menyatakan tidak akan tinggal diam jika hak-hak mereka kembali diabaikan. (*)